Jumat, 02 Maret 2012

 Bandar Udara Internasional Incheon 
     
     (IATA: ICN, ICAO: RKSI) (Hangul: 인천국제공항; Hanja: 仁川國際空港) adalah bandar udara terbesar di Korea Selatan dan merupakan salah satu yang terbesar di Asia. Bandara ini menggantikan Bandara Internasional Gimpo yang sekarang distatuskan sebagai bandara domestik kecuali penerbangan international ke Bandara Internasional Haneda di Tokyo, Jepang dan Bandara Internasional Hongqiao di Shanghai, RRC. Berdasarkan survei dari Global Traveller bandara ini merupakan yang terbaik di dunia selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2006, 2007 dan 2008. Berperan sebagai bandara penghubung untuk kawasan Asia Timur, terdapat 63 maskapai penerbangan yang melayani penerbangan ke bandara ini.


















Benteng Hwaseong
화성
Hwaseong
Hwasŏng
Hwaseong (Benteng luar biasa), adalah sebuah kompleks benteng bertembok yang mengelilingi kota Suwon, Korea Selatan, yang dibangun antara tahun 1794 dan 1796 oleh Raja Jeongjo dari Dinasti Joseon untuk menghormati ayahnya Raja Sado yang dipaksa untuk bunuh diri oleh Raja Yeongjo. Berlokasi 30 kilometere di selatan kota Seoul dan melindungi pusat kota Suwon termasuk Haenggung, komplek istanan Raja Jeongjo. UNESCO memasukkan benteng ini ke dalam daftar Warisan Dunia pada tahun 1997. Suwoncheon, aliran kali di Suwon, mengalir di tengah-tengah komplek benteng.


Byeongsan Seowon


Pendopo Mandae di Byeongsan Seowon.
Byeongsan Seowon adalah seowon yang terletak di Kampung Byeongsan, Kecamatan Pungcheon, Kabupaten Andong di Propinsi Gyeongsang Utara, Korea Selatan.Arsitektur bangunannya merupakan situs bersejarah yang dilindungi nomor 206.

SEJARAH
Awal mula seowon ini adalah sekolah biasa yang dibangun pada zaman Dinasti Goryeo saat Raja Gongmin (bertahta 1351-1344) mengungsi ke Andong karena peristiwa Pemberontakan Sorban Merah. Saat itu Raja Gongmin menamakan sekolah itu Pungak Seodang dan ikut membantu menyumbangkan tanah dan buku-buku. Ia sangat terkesan akan semangat para murid seodang yang rajin belajar.
Selanjutnya, pada masa Dinasti Joseon, Pungak Seodang diganti namanya menjadi Pungak Seowon dan dipindahkan ke Kampung Byeongsan yang tenang pada tahun 1572 (tahun ke-5 masa pemerintahan Raja Seonjo) oleh Yu Seong-ryong (Seo-ae). Yu yang berusia 31 tahun pada saat itu, mengubah nama Pungak Seowon menjadi Byeongsan Seowon.Setelah kematiannya, murid-murid seowon tersebut membuatkannya altar pada tahun 1614, tahun ke-6 masa pemerintahan Gwanghaegun dan menamakan kuil tempat altarnya Chondeoksa.Jesa untuk menghormati Yu Seong-ryong secara rutin dilaksanakan pada musim semi dan gugur.
Arsitektur
Byeongsan Seowon yang menghadap tenggara ke arah Sungai Nakdong dapat dicapai melalui jalan berliku ke arah Kampung Hahoe. Pada gerbang depan bangunan, terdapat bangunan Pendopo Mandae (Mandaeru).Ruangan kelas dinamakan Ipgyodang dan di sebelah timurnya terdapat Dongjikje, asrama murid yang sejajar dengan bangunan perpustakaan. Di belakang Ipgyodang di sebelah timur pada tanah yang agak tinggi terdapat sebuah gerbang yang di dalamnya terdapat Chondeoksa, kuil tempat altar. Di sebelah barat kuil terdapat bangunan gudang balok kayu, ruangan untuk persiapan jesa, dan bangunan pegawai di sebelah timur. Pendopo Mandae memiliki 7 buah kisi-kisi di bagian depan dan 2 di belakang yang dapat digunakan untuk mengawasi seluruh wilayah sekitar. Di dekat tembok bagian barat pendopo terdapat sebuah bale kambang yang melambangkan Gunung Bangjangseon, salah satu dari 3 gunung keramat dalam kepercayaan Taoisme Sepasang batu yang berbentuk tiang didirikan di depan Cheondeoksa. Pada masa lalu, api unggun dinyalakan di batu-batu ini untuk menerangi jesa pada malam hari.

Changnyeong

Changnyeong (창녕군) adalah sebuah kabupaten yang terletak di propinsi Gyeongsang Selatan, Korea Selatan. Kabupaten ini memiliki wilayah perlindungan alam liar yang masih alami dan situs-situs kuno bersejarah.Nakdong-gang, sungai terpanjang di Korea Selatan, mengaliri melewati wilayah ini sebelum bermuara ke Selat Korea.

Rawa Upo
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rawa Upo
Rawa Upo (우포늪) adalah sebuah rawa yang terletak di wilayah Kabupaten Changnyeong.Rawa ini merupakan bagian dari dataran basah dan rawa alami terluas di Korea yang berfungsi sebagai tempat pelestarian ekologi. Rawa Upo bersama daerah rawa lainnya di kawasan ini, seperti Mokpo, Sajipo, dan Jjokjibeol dinamakan dengan sistem Rawa Upo .Luas keseluruhan Rawa Upo mencapai 2 juta m².
Peninggalan sejarah
Seokbinggo
Situs Makam Gaya
Changnyeong kaya akan peninggalan sejarah, antara lain:
  • Changnyeong Seokbinggo atau Rumah Es Changnyeong adalah jenis gudang di bawah tanah yang digunakan untuk menyimpan batu es.Seokbinggo dibangun pada masa Dinasti Joseon (1392-1910) dan merupakan Harta Nasional Korea Selatan No.310.
  • Cheok-gyeongbi (monumen batu) adalah prasasti yang didirikan oleh Raja Jinheung dari Silla Monumen ini merupakan harta nasional nomor 33 dan terletak di taman Manokjeong, kota Changnyeong.Cheok-gyeongbi didirikan pada tahun 561 untuk memperingati penaklukkan Silla atas kerajaan Bihwa Gaya.
  • Changnyeong cheok-hwabi adalah salah satu monumen yang didirikan oleh Heungseon Daewongun (ayah Kaisar Gojong) pada tahun 1871 di seluruh negeri sebagai lambang penentangan terhadap imperialisme barat.
  • Changnyeong-gaeksa adalah bangunan penginapan tua yang didirikan sekitar 300 tahun yang lalu.Bangunan yang dibuat tanpa menggunakan paku ini telah beberapa kali dipindahkan dan diperbaiki, namun masih menampilkan arsitektur yang asli.
  • Pagoda tiga tingkat di desa Suljeong. Pagoda ini konon dianggap sama cantiknya dengan Pagoda Seokga di Kuil Bulguk di Gyeongju dan dibangun pada saat yang bersamaan, namun bagian puncaknya tidak lagi tersisa. Julukannya adalah Pagoda Timur.
  • Kompleks Gundukan Makam Gyodong.Situs makam ini merupakan Situs Bersejarah Korea Selatan No.80 yang membentuk gundukan-gundukan bukit kecil yang merupakan peninggalan Kerajaan Bihwa Gaya.
  • Museum Changnyeong adalah museum yang menampilkan 1.012 buah artefak peninggalan Kerajaan Bihwa Gaya.
  • Gwallyongsa atau Kuil Gwallyong adalah kuil yang terletak di kaki Gunung Hwawang. Kuil ini didirkan pada masa kerajaan Silla.Aula utama kuil, Yaksa-jeon beserta patung Buddhanya merupakan harta nasional.
Hwawangsan
Gunung Hwawsang
Hwawangsan atau Gunung Hwawang adalah gunung yang memiliki ketinggian 2.600 meter dan populer sebagai objek wisata sepanjang tahun dikarenakan keindahannya.Pada musim semi Hwawangsan dipenuhi oleh bunga azalea yang berwarna ungu.Sementara pada musim panas, dari celah-celah bebatuannya mengalir mata air Pada musim gugur, dedaunan di gunung ini menjadi berwarna dan padang rumputnya menjadi kuning keemasan serta dipenuhi bunga eulalia. Di gunung ini setiap tahun diselenggarakan festival kembang api.
Di Hwawangsan terdapat Benteng Hwawangsan yang dibangun oleh Jenderal Gwak Jae-u pada masa Dinasti Joseon sebagai perlindungan pada masa Invasi Jepang ke Korea pada tahun 1592.
Desa Yeongsan
Di kaki gunung Hwawang terdapat desa Yeongsan yang dikenal sebagai desa pertama di Korea yang memulai Pergerakan Satu Maret menentang penjajahan Jepang pada tahun 1919. Masyarakat desa Yeongsan menyelenggarakan permainan Yeongsan Seomeorigi yang merupakan Warisan Budaya Nonbendawi Korea Selatan No.25. Permainan ini dilakukan dengan kompetisi dua kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang memanggul ranting-ranting pohon pinus yang dibuat membentuk seekor sapi. Kedua kelompok ini diwakili oleh seorang jenderal, letnan jenderal dan mayor jenderal yang menduduki miniatur sapi itu dan berperang dengan kelompok lain.Kelompok yang jatuh dianggap kalah Jenis permainan tradisional lainnya yang terkenal adalah Yeongsan Juldarigi, yang merupakan warisan budaya nomor 26.
Mata air panas Bugok
Mata air panas Bugok adalah sumber air panas yang dikenal sebagai tempat berendam.Mata air Bugok dikenal berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit kulit karena kaya akan kandungan mineral dan sulfur.

Jeju
\
















Pulau Jeju (Jeju-do) adalah pulau terbesar di Korea dan terletak di sebelah selatan Semenanjung Korea. Pulau Jeju adalah satu-satunya provinsi berotonomi khusus Korea Selatan.
Terletak di Selat Korea, sebelah barat daya Provinsi Jeolla Selatan, yang dahulunya merupakan satu provinsi sebelum terbagi pada tahun 1946. Ibukota Jeju adalah Kota Jeju (Jeju-si).
Topografi Pulau Jeju terbentuk sekitar 2 juta tahun lalu oleh aktivitas vulkanis. Di tengah-tengah pulau muncul Hallasan (Gunung Halla), gunung tertinggi di seluruh Korea (1.950 m). Pulau ini bercuaca hangat sepanjang tahun dan pada musim dingin jarang turun salju, sehingga tanaman-tanaman yang tumbuh di daerah subtropis bisa bertahan hidup.
Pulau Jeju dijuluki Samdado, "Pulau yang Berlimpah dengan Tiga Hal" yaitu, bebatuan, wanita dan angin]. Karena memiliki keindahan alam dan kebudayaan yang unik, Pulau Jeju adalah salah satu objek wisata paling terkenal di Korea. Dalam catatan sejarah, Jeju disebut dalam berbagai nama, mulai dari Doi, Dongyeongju, Juho, Tammora, Seomna, Tangna atau Tamra.
Kota pelabuhan terdekat Jeju dengan daratan utama Korea adalah Mokpo, propinsi Jeolla Selatan. Panjang garis pantai 253 km, luas keseluruhan 1.825 km². Suhu di Jeju dapat bervariasi, mulai dari tropis sampai subtriopis. Suhu rata-rata per tahunnya adalah 14,6° C dan 4,7° di musim dingin. Keanekaragaman flora yang tumbuh di Jeju sangat berbeda dengan yang ada di Semenanjung Korea. Karena iklimnya yang baik, pulau ini ditumbuhi lebih dari 1.700 jenis tanaman, sehingga Jeju dijuluki sebagai "Pulau Botani" karena kekayaan floranya.
Selama berabad-abad, penduduk Pulau Jeju dijuluki sebagai yukgoyeok ("enam jenis pekerja keras") yang merujuk kepada warga yang mengerjakan berbagai pekerjaan sulit dan berat untuk hidup, seperti mencari abalon dan kerang dengan cara menyelam ke dasar laut, membangun pelabuhan, beternak, membuat kapal dan bertani. Seringkali mereka diperas demi membayar upeti kepada penguasa di ibukota. Bencana alam seperti kekeringan dan angin topan juga sering mengakibatkan gagal panen dan kelaparan yang memakan banyak korban jiwa.
Peristiwa paling kelam dalam sejarah rakyat Jeju adalah insiden berdarah pada periode pembentukan Republik Korea pada tahun 1948 sampai periode Perang Korea (1950-1953) dimana banyak warganya dibantai karena dianggap sebagai sarang pemberontak atau pengikut komunis. Karena mengalami kehidupan yang keras oleh tekanan penguasa, warga Jeju dikenal sebagai orang-orang yang tabah dan mampu bertahan dalam situasi yang sulit. Rakyat Jeju menyatakan tentang kehidupan mereka dengan ungkapan:
Kebahagiaan itu kecil seperti butir pasir, sementara kesedihan itu sebesar batu karang

Sejarah
Menurut catatan sejarah Cina kuno, San Guo Zhi, pada abad ke-3 Masehi, Pulau Jeju adalah sebuah kerajaan independen yang bernama Tamra. Pada saat itu Tamra sudah menjalin hubungan dagang dengan Tiga Negara Han di Semenanjung Korea. Dari abad ke-5 sampai 9, Tamra juga menjalin hubungan dagang dengan kerajaan Goguryeo, Silla, Dinasti Tang dan Jepang. Tahun 1105, Tamra diserap dalam teritori Dinasti Goryeo pada masa pemerintahan Raja Gojong (bertahta 1215-1259) dan namanya diganti menjadi Jeju ("daerah"). Dengan masuknya Jeju dalam teritori Goryeo, sumber daya alam Jeju diperas demi memberi upeti kepada istana sehingga beberapa kali rakyat Jeju melakukan pemberontakan. Pada tahun 1270, Tiga Polisi Elit (Sambyeolcho) dibantu oleh rakyat Jeju memberontak pada pemerintahan setempat dan penguasa Mongol, namun berhasil dipatahkan.
Para penguasa Mongol memilih Jeju sebagai pangkalan untuk menyerbu ke Jepang. Di pulau ini mereka menternakkan kuda, membuat kapal perang dan mendirikan kuil Buddha bernama Beobhwasa. Pada periode Dinasti Joseon (1392-1910), kaum penguasa memandang Jeju sebagai daerah perbatasan. Rakyat di daratan utama umumnya menganggap Jeju sebagai tempat asing dimana narapidana dibuang atau diasingkan. Pada abad ke-17, Raja Injo bahkan membuat peraturan bahwa rakyat Jeju dilarang pergi ke daratan utama. Peraturan ini bertahan hampir 200 tahun sampai dihapuskannya di abad ke-19. Akibatnya, rakyat Jeju sangat terisolasi dari dunia luar.
Pada saat penjajahan Jepang, rakyat Jeju menderita kelaparan dan kemiskinan. Banyak di antara mereka pindah ke Osaka pada tahun 1923. Selama periode penjajahan, warga Jeju berpartisipasi dalam perlawanan terhadap kolonialisme. Perlawanan terbesar terjadi antara tahun 1931-1932 di desa-desa nelayan di Kecamatan Gujwa dan Seongsan oleh para penyelam wanita (haenyeo). Pergerakan ini adalah perlawanan terbesar yang pernah dilakukan oleh wanita di Korea. Namun gerakan ini tidak menemui hasil. Setelah penjajahan berakhir, Pulau Jeju berada di bawah pengawasan militer Amerika Serikat. Pada peringatan Pergerakan 1 Maret 1919 tahun 1947, terjadi insiden berdarah yang disebabkan oleh penembakan polisi. Warga Jeju merespon insiden itu dengan mengadakan demonstrasi besar-besaran namun diredam oleh militer Amerika Serikat dengan penangkapan dan pembantaian.
Insiden ini memicu resistensi warga Jeju, terutama dari kaum pemuda yang mulai memberontak dan membangun pertahanan di kaki Gunung Halla. Kelompok ini menolak pembentukan Republik Korea yang dijadwalkan tanggal 10 Mei 1948. Pada tanggal 3 April 1948 mereka menyerang 11 pos polisi di seluruh pulau. Peristiwa ini menandai dimulainya Insiden Tiga April di Pulau Jeju. Setelah penyerangan tersebut, militer Amerika Serikat turun tangan dibantu tentara nasional dalam upaya pembersihan terhadap para pemberontak yang dianggap sebagai simpatisan komunis dengan cara membakar desa-desa di kawasan pegunungan. Upaya pembersihan berlanjut menjadi genosida mulai bulan Agustus 1948 sampai tahun 1949 yang membunuh ribuan orang.
Objek wisata



 

Jeonbokjuk, masakan khas Jeju.
  • Seongsan Ilchulbong atau Puncak Matahari Terbit adalah kawah gunung berapi yang memiliki luas 99.000 m² dan tinggi 182 m di sebelah timur Jeju.
  • Mokseokwon ("Taman Batu dan Kayu"), terletak 4 km di selatan Kota Jeju adalah taman yang memiliki kumpulan batu-batuan berbentuk unik dan akar-akar pohon tua yang sudah mati. Karena keunikannya, taman ini dijadikan sebagai monumen regional Jeju nomor 25.
  • Halla Arboretum (Kebon Raya Halla), tempat pelestarian sebanyak 506 jenis pohon, 90 spesies herbal. Terletak di sebelah barat Puncak Namjosun, selatan Kota Jeju.
  • Manjanggul (Gua Manjang), gua yang terbentuk dari aktivitas gunung berapi. Terletak di Desa Donggimnyeong, Kecamatan Gujwa, Kabupaten Jeju Utara, 30 km timur Kota Jeju. Dikenal akan stalaktit-stalaktit sepanjang 70 cm dan batu-batu dari lahar yang sudah membeku.
  • Kebon Raya Yeomiji, kebon raya terluas di Asia (12.210 m²). Mengkoleksi berbagai jenis tanaman anggrek tropis, dilengkapi dengan observatorium, institut ekologi. Di luarnya terdapat replika taman-taman terkenal.
  • Gelanggang Pacuan Kuda Jeju, didirikan oleh Asosiasi Pacuan Kuda Korea untuk mengembangkan olahraga berkuda di Jeju. Pacuan kuda diadakan seminggu sekali tiap hari Sabtu di tempat ini.
  • Gunung Sanbang (Sanbang-san), terletak di Kabupaten Jeju Selatan
  • Institut Seni Bonsai (Bunjae Artpia), terletak di Desa Jeoji, Kec. Hangyeong, Kab. Jeju Utara. Didirikan tahun 1992, adalah tempat pemeliharaan bonsai khas Korea.
  • Air Terjun Cheonjeyeon, terletak sebelah barat kota Seogwipo, Kab. Jeju Selatan. Terdiri dari tiga tingkat. Dilengkapi jembatan dan paviliun.
  • Air Terjun Jeongbang, terletak 1,5 km di tenggara kota Seogwipo, salah satu dari 3 air terjun utama di Jeju. Air terjun Jeongbang langsung bermuara ke laut dan dianggap sebagai salah satu tempat yang pernah dikunjungi oleh Seo Bok (Xu Fu;徐福), utusan Kaisar Qin Shi Huang (berkuasa 259 SM-210 SM) dalam perjalanan mencari obat panjang umur. Di dinding dekat air terjun terdapat ukiran yang bertuliskan "徐市過此" ("Seobul gwa cha") yang menandakan kunjungan Seobul.
  • Oedolgae atau "Batu Kesepian" adalah batu karang setinggi 20 meter yang menonjol di pantai selatan kota Seogwipo.
  • Taman Hallim, di dalamnya termasuk Gua Hyeopjae dan Ssangyong. Taman Hallim dilengkapi dengan kebon raya dan fasilitas rekreasi.
  • Yongduam, bermakna "Batu Kepala Naga", dikarenakan bentuknya mirip kepala naga yang muncul dari air laut. Terletak di wilayah Kota Jeju.
  • Kawah Sangumburi, salah satu dari tiga kawah utama di Jeju. Kawasan yang menjadi tempat konservasi flora, sebanyak 420 jenis spesies tanaman iklim subtropis, sedang dan alpen.
  • Chisatgae, kumpulan bebatuan yang membentuk persegi panjang di sepanjang pantai di Desa Daepo, antara Seogwipo dan Jungmun.
  • Kampung Seongeup, kampung tradisional yang mempertahankan gaya hidup khas rakyat Jeju. Terletak sebelah barat daya Seongsan, Jeju bagian timur.
Kuliner
Kuliner rakyat Jeju sangat berbeda dengan yang ada di daratan utama. Mereka banyak bekerja sebagai nelayan sehingga bahan makanannya kebanyakan adalah hasil dari laut. Orang Jeju gemar mengkonsumsi makanan segar seperti ikan mentah. Hasil utama lain adalah rumput laut, abalon dan buah-buahan. Salah satu masakan Jeju yang paling terkenal adalah Jeonbokjuk, bubur abalon.