Bandar Udara
Internasional Incheon
(IATA: ICN, ICAO: RKSI)
(Hangul: 인천국제공항; Hanja: 仁川國際空港) adalah bandar udara terbesar di Korea Selatan dan merupakan salah satu yang
terbesar di Asia. Bandara ini menggantikan Bandara
Internasional Gimpo yang sekarang distatuskan sebagai bandara
domestik kecuali penerbangan international ke Bandara Internasional Haneda di Tokyo, Jepang dan Bandara Internasional Hongqiao di Shanghai, RRC. Berdasarkan survei dari Global Traveller bandara
ini merupakan yang terbaik di dunia selama tiga tahun berturut-turut dari tahun
2006, 2007 dan 2008. Berperan sebagai bandara penghubung untuk kawasan Asia Timur, terdapat 63 maskapai penerbangan yang
melayani penerbangan ke bandara ini.
Benteng Hwaseong
|
|
화성
|
|
Hwaseong
|
|
Hwasŏng
|
Hwaseong (Benteng luar biasa),
adalah sebuah kompleks benteng bertembok yang mengelilingi kota Suwon, Korea Selatan, yang dibangun antara
tahun 1794 dan 1796 oleh Raja Jeongjo dari Dinasti Joseon untuk menghormati
ayahnya Raja Sado yang dipaksa untuk bunuh diri oleh Raja
Yeongjo. Berlokasi 30 kilometere di selatan kota Seoul dan melindungi pusat kota Suwon termasuk Haenggung,
komplek istanan Raja Jeongjo. UNESCO memasukkan benteng ini ke dalam daftar Warisan Dunia pada tahun 1997. Suwoncheon, aliran kali di Suwon, mengalir di tengah-tengah komplek
benteng.
Byeongsan Seowon
Pendopo Mandae
di Byeongsan Seowon.
Byeongsan
Seowon adalah seowon yang terletak
di Kampung Byeongsan, Kecamatan Pungcheon, Kabupaten Andong di Propinsi Gyeongsang
Utara, Korea
Selatan.Arsitektur
bangunannya merupakan situs bersejarah yang dilindungi nomor 206.
SEJARAH
Awal mula
seowon ini adalah sekolah biasa yang dibangun pada zaman Dinasti
Goryeo saat Raja Gongmin (bertahta 1351-1344) mengungsi ke Andong karena
peristiwa Pemberontakan Sorban Merah. Saat itu Raja
Gongmin menamakan sekolah itu Pungak Seodang dan ikut membantu
menyumbangkan tanah dan buku-buku. Ia sangat terkesan akan semangat para murid
seodang yang rajin belajar.
Selanjutnya,
pada masa Dinasti
Joseon, Pungak
Seodang diganti namanya menjadi Pungak Seowon dan dipindahkan ke Kampung
Byeongsan yang tenang pada tahun 1572 (tahun ke-5 masa pemerintahan Raja Seonjo) oleh Yu Seong-ryong (Seo-ae). Yu yang berusia 31
tahun pada saat itu, mengubah nama Pungak Seowon menjadi Byeongsan Seowon.Setelah
kematiannya, murid-murid seowon tersebut membuatkannya altar pada tahun 1614,
tahun ke-6 masa pemerintahan Gwanghaegun dan menamakan kuil tempat altarnya Chondeoksa.Jesa untuk
menghormati Yu Seong-ryong secara rutin dilaksanakan pada musim semi dan gugur.
Arsitektur
Byeongsan
Seowon yang menghadap tenggara ke arah Sungai Nakdong dapat dicapai melalui jalan berliku ke
arah Kampung Hahoe. Pada gerbang depan bangunan, terdapat bangunan Pendopo
Mandae (Mandaeru).Ruangan kelas dinamakan Ipgyodang
dan di sebelah timurnya terdapat Dongjikje, asrama murid yang
sejajar dengan bangunan perpustakaan. Di belakang
Ipgyodang di sebelah timur pada tanah yang agak tinggi terdapat sebuah gerbang
yang di dalamnya terdapat Chondeoksa, kuil tempat altar. Di sebelah
barat kuil terdapat bangunan gudang balok kayu, ruangan untuk
persiapan jesa, dan bangunan pegawai di sebelah timur. Pendopo Mandae memiliki
7 buah kisi-kisi di bagian depan dan 2 di belakang yang dapat digunakan untuk
mengawasi seluruh wilayah sekitar. Di dekat tembok bagian barat pendopo
terdapat sebuah bale kambang yang melambangkan Gunung Bangjangseon, salah satu
dari 3 gunung keramat dalam kepercayaan Taoisme Sepasang batu
yang berbentuk tiang didirikan di depan Cheondeoksa. Pada masa lalu, api
unggun dinyalakan di
batu-batu ini untuk menerangi jesa pada malam hari.
Changnyeong
Changnyeong (창녕군) adalah sebuah
kabupaten yang terletak
di propinsi Gyeongsang Selatan, Korea
Selatan. Kabupaten ini
memiliki wilayah perlindungan alam liar yang
masih alami dan situs-situs kuno bersejarah.Nakdong-gang, sungai terpanjang di Korea
Selatan, mengaliri
melewati wilayah ini sebelum bermuara ke Selat
Korea.
Rawa Upo
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rawa Upo
Rawa Upo (우포늪) adalah sebuah
rawa yang terletak
di wilayah Kabupaten Changnyeong.Rawa ini
merupakan bagian dari dataran basah dan rawa alami terluas di Korea yang berfungsi
sebagai tempat pelestarian ekologi. Rawa Upo bersama
daerah rawa lainnya di kawasan ini, seperti Mokpo, Sajipo, dan Jjokjibeol
dinamakan dengan sistem Rawa Upo .Luas
keseluruhan Rawa Upo mencapai 2 juta m².
Seokbinggo
Situs Makam
Gaya
Changnyeong
kaya akan peninggalan sejarah, antara lain:
- Changnyeong Seokbinggo atau Rumah Es Changnyeong adalah jenis gudang di bawah tanah yang digunakan untuk menyimpan batu es.Seokbinggo dibangun pada masa Dinasti Joseon (1392-1910) dan merupakan Harta Nasional Korea Selatan No.310.
- Cheok-gyeongbi (monumen batu) adalah prasasti yang didirikan oleh Raja Jinheung dari Silla Monumen ini merupakan harta nasional nomor 33 dan terletak di taman Manokjeong, kota Changnyeong.Cheok-gyeongbi didirikan pada tahun 561 untuk memperingati penaklukkan Silla atas kerajaan Bihwa Gaya.
- Changnyeong cheok-hwabi adalah salah satu monumen yang didirikan oleh Heungseon Daewongun (ayah Kaisar Gojong) pada tahun 1871 di seluruh negeri sebagai lambang penentangan terhadap imperialisme barat.
- Changnyeong-gaeksa adalah bangunan penginapan tua yang didirikan sekitar 300 tahun yang lalu.Bangunan yang dibuat tanpa menggunakan paku ini telah beberapa kali dipindahkan dan diperbaiki, namun masih menampilkan arsitektur yang asli.
- Pagoda tiga tingkat di desa Suljeong. Pagoda ini konon dianggap sama cantiknya dengan Pagoda Seokga di Kuil Bulguk di Gyeongju dan dibangun pada saat yang bersamaan, namun bagian puncaknya tidak lagi tersisa. Julukannya adalah Pagoda Timur.
- Kompleks Gundukan Makam Gyodong.Situs makam ini merupakan Situs Bersejarah Korea Selatan No.80 yang membentuk gundukan-gundukan bukit kecil yang merupakan peninggalan Kerajaan Bihwa Gaya.
- Museum Changnyeong adalah museum yang menampilkan 1.012 buah artefak peninggalan Kerajaan Bihwa Gaya.
- Gwallyongsa atau Kuil Gwallyong adalah kuil yang terletak di kaki Gunung Hwawang. Kuil ini didirkan pada masa kerajaan Silla.Aula utama kuil, Yaksa-jeon beserta patung Buddhanya merupakan harta nasional.
Hwawangsan
Gunung Hwawsang
Hwawangsan atau Gunung
Hwawang adalah gunung yang memiliki
ketinggian 2.600 meter dan populer sebagai objek wisata sepanjang tahun
dikarenakan keindahannya.Pada musim
semi Hwawangsan
dipenuhi oleh bunga azalea yang berwarna
ungu.Sementara pada
musim
panas, dari
celah-celah bebatuannya mengalir mata air Pada musim
gugur, dedaunan di
gunung ini menjadi berwarna dan padang rumputnya menjadi kuning keemasan serta
dipenuhi bunga eulalia. Di gunung ini
setiap tahun diselenggarakan festival kembang
api.
Di Hwawangsan
terdapat Benteng Hwawangsan yang dibangun oleh Jenderal Gwak Jae-u
pada masa Dinasti
Joseon sebagai
perlindungan pada masa Invasi Jepang ke Korea pada tahun
1592.
Desa Yeongsan
Di kaki gunung
Hwawang terdapat desa Yeongsan yang dikenal sebagai desa pertama di
Korea yang memulai Pergerakan Satu Maret menentang penjajahan Jepang pada tahun 1919. Masyarakat
desa Yeongsan menyelenggarakan permainan Yeongsan Seomeorigi yang
merupakan Warisan Budaya Nonbendawi Korea Selatan No.25. Permainan ini
dilakukan dengan kompetisi dua kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang
memanggul ranting-ranting pohon pinus yang dibuat
membentuk seekor sapi. Kedua kelompok
ini diwakili oleh seorang jenderal, letnan jenderal dan mayor jenderal yang
menduduki miniatur sapi itu dan berperang dengan kelompok lain.Kelompok yang jatuh
dianggap kalah Jenis permainan tradisional
lainnya yang terkenal adalah Yeongsan Juldarigi, yang merupakan warisan
budaya nomor 26.
Mata air panas Bugok
Mata air panas
Bugok adalah sumber
air panas yang dikenal sebagai tempat berendam.Mata air Bugok
dikenal berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit
kulit karena kaya
akan kandungan mineral dan sulfur.
Jeju
\
| |
Pulau Jeju (Jeju-do)
adalah pulau terbesar di Korea
dan terletak di sebelah selatan Semenanjung Korea. Pulau Jeju adalah satu-satunya
provinsi berotonomi khusus Korea Selatan.
Terletak di
Selat Korea, sebelah barat daya Provinsi Jeolla Selatan, yang dahulunya merupakan satu
provinsi sebelum terbagi pada tahun 1946. Ibukota Jeju adalah Kota Jeju (Jeju-si).
Topografi Pulau
Jeju terbentuk sekitar 2 juta tahun lalu oleh aktivitas vulkanis.
Di tengah-tengah pulau muncul Hallasan (Gunung Halla), gunung tertinggi di
seluruh Korea (1.950 m). Pulau ini bercuaca hangat sepanjang tahun dan pada
musim dingin jarang turun salju, sehingga tanaman-tanaman yang tumbuh di daerah
subtropis bisa bertahan hidup.
Pulau Jeju
dijuluki Samdado, "Pulau yang Berlimpah dengan Tiga Hal"
yaitu, bebatuan, wanita dan angin]. Karena
memiliki keindahan alam dan kebudayaan yang unik, Pulau Jeju adalah salah
satu objek wisata paling terkenal di Korea. Dalam catatan sejarah, Jeju disebut
dalam berbagai nama, mulai dari Doi, Dongyeongju, Juho, Tammora,
Seomna, Tangna atau Tamra.
Kota pelabuhan
terdekat Jeju dengan daratan utama Korea adalah Mokpo,
propinsi Jeolla Selatan. Panjang garis pantai 253 km, luas keseluruhan 1.825
km². Suhu di Jeju dapat bervariasi, mulai dari tropis sampai subtriopis. Suhu
rata-rata per tahunnya adalah 14,6° C dan 4,7° di musim dingin. Keanekaragaman flora
yang tumbuh di Jeju sangat berbeda dengan yang ada di Semenanjung Korea. Karena
iklimnya yang baik, pulau ini ditumbuhi lebih dari 1.700 jenis tanaman,
sehingga Jeju dijuluki sebagai "Pulau Botani" karena kekayaan
floranya.
Selama
berabad-abad, penduduk Pulau Jeju dijuluki sebagai yukgoyeok ("enam
jenis pekerja keras") yang merujuk kepada warga yang mengerjakan berbagai pekerjaan sulit dan berat untuk hidup, seperti
mencari abalon dan kerang dengan cara menyelam ke dasar laut, membangun
pelabuhan, beternak, membuat kapal dan bertani. Seringkali mereka diperas demi
membayar upeti kepada penguasa di ibukota. Bencana alam seperti kekeringan dan
angin topan juga sering mengakibatkan gagal panen dan kelaparan yang memakan
banyak korban jiwa.
Peristiwa
paling kelam dalam sejarah rakyat Jeju adalah insiden berdarah pada periode
pembentukan Republik Korea pada
tahun 1948 sampai periode Perang Korea (1950-1953) dimana banyak
warganya dibantai karena dianggap sebagai sarang pemberontak atau pengikut komunis. Karena mengalami kehidupan yang keras
oleh tekanan penguasa, warga Jeju dikenal sebagai orang-orang yang tabah dan
mampu bertahan dalam situasi yang sulit. Rakyat Jeju menyatakan tentang
kehidupan mereka dengan ungkapan:
“
|
Kebahagiaan itu kecil seperti
butir pasir, sementara kesedihan itu sebesar batu karang
|
”
|
Sejarah
Menurut catatan
sejarah Cina kuno, San Guo
Zhi, pada abad ke-3 Masehi, Pulau Jeju adalah sebuah kerajaan
independen yang bernama Tamra. Pada saat itu Tamra sudah menjalin
hubungan dagang dengan Tiga Negara Han di Semenanjung
Korea. Dari abad
ke-5 sampai 9, Tamra juga menjalin hubungan dagang dengan kerajaan Goguryeo, Silla, Dinasti
Tang dan Jepang. Tahun 1105,
Tamra diserap dalam teritori Dinasti Goryeo pada masa pemerintahan Raja Gojong
(bertahta 1215-1259) dan namanya diganti menjadi Jeju ("daerah").
Dengan masuknya Jeju dalam teritori Goryeo, sumber daya alam Jeju diperas demi
memberi upeti kepada istana sehingga beberapa kali rakyat Jeju melakukan
pemberontakan. Pada tahun 1270, Tiga Polisi Elit (Sambyeolcho) dibantu oleh rakyat Jeju memberontak
pada pemerintahan setempat dan penguasa Mongol, namun berhasil dipatahkan.
Para penguasa
Mongol memilih Jeju sebagai pangkalan untuk menyerbu ke Jepang. Di pulau ini mereka menternakkan kuda, membuat kapal
perang dan mendirikan kuil Buddha bernama Beobhwasa.
Pada periode Dinasti Joseon
(1392-1910), kaum penguasa memandang Jeju sebagai daerah perbatasan. Rakyat di
daratan utama umumnya menganggap Jeju sebagai tempat asing dimana narapidana
dibuang atau diasingkan. Pada abad ke-17, Raja Injo bahkan membuat peraturan bahwa rakyat
Jeju dilarang pergi ke daratan utama. Peraturan ini bertahan hampir 200 tahun
sampai dihapuskannya di abad ke-19. Akibatnya, rakyat Jeju sangat terisolasi
dari dunia luar.
Pada saat
penjajahan Jepang, rakyat Jeju menderita kelaparan dan kemiskinan. Banyak di
antara mereka pindah ke Osaka pada tahun 1923. Selama
periode penjajahan, warga Jeju berpartisipasi dalam perlawanan terhadap
kolonialisme. Perlawanan terbesar terjadi antara tahun 1931-1932 di desa-desa
nelayan di Kecamatan
Gujwa dan Seongsan oleh para
penyelam wanita (haenyeo). Pergerakan ini adalah perlawanan
terbesar yang pernah dilakukan oleh wanita di Korea. Namun gerakan ini tidak
menemui hasil. Setelah penjajahan berakhir, Pulau Jeju berada di bawah
pengawasan militer Amerika
Serikat. Pada
peringatan Pergerakan 1 Maret 1919 tahun 1947, terjadi
insiden berdarah yang disebabkan oleh penembakan polisi. Warga Jeju merespon
insiden itu dengan mengadakan demonstrasi besar-besaran
namun diredam oleh militer Amerika Serikat dengan penangkapan dan pembantaian.
Insiden ini
memicu resistensi warga Jeju, terutama dari kaum pemuda
yang mulai memberontak dan membangun pertahanan di kaki Gunung Halla. Kelompok ini menolak pembentukan Republik Korea yang dijadwalkan tanggal 10 Mei
1948. Pada tanggal 3 April 1948 mereka menyerang 11 pos polisi di seluruh pulau.
Peristiwa ini menandai dimulainya Insiden
Tiga April di Pulau Jeju. Setelah penyerangan tersebut, militer
Amerika Serikat turun tangan dibantu tentara nasional dalam upaya pembersihan
terhadap para pemberontak yang dianggap sebagai simpatisan komunis dengan cara
membakar desa-desa di kawasan pegunungan. Upaya pembersihan berlanjut menjadi
genosida mulai bulan Agustus 1948 sampai tahun 1949 yang membunuh ribuan orang.
Objek wisata
Jeonbokjuk, masakan khas
Jeju.
- Seongsan Ilchulbong atau Puncak Matahari Terbit adalah kawah gunung berapi yang memiliki luas 99.000 m² dan tinggi 182 m di sebelah timur Jeju.
- Mokseokwon ("Taman Batu dan Kayu"), terletak 4 km di selatan Kota Jeju adalah taman yang memiliki kumpulan batu-batuan berbentuk unik dan akar-akar pohon tua yang sudah mati. Karena keunikannya, taman ini dijadikan sebagai monumen regional Jeju nomor 25.
- Halla Arboretum (Kebon Raya Halla), tempat pelestarian sebanyak 506 jenis pohon, 90 spesies herbal. Terletak di sebelah barat Puncak Namjosun, selatan Kota Jeju.
- Manjanggul (Gua Manjang), gua yang terbentuk dari aktivitas gunung berapi. Terletak di Desa Donggimnyeong, Kecamatan Gujwa, Kabupaten Jeju Utara, 30 km timur Kota Jeju. Dikenal akan stalaktit-stalaktit sepanjang 70 cm dan batu-batu dari lahar yang sudah membeku.
- Kebon Raya Yeomiji, kebon raya terluas di Asia (12.210 m²). Mengkoleksi berbagai jenis tanaman anggrek tropis, dilengkapi dengan observatorium, institut ekologi. Di luarnya terdapat replika taman-taman terkenal.
- Gelanggang Pacuan Kuda Jeju, didirikan oleh Asosiasi Pacuan Kuda Korea untuk mengembangkan olahraga berkuda di Jeju. Pacuan kuda diadakan seminggu sekali tiap hari Sabtu di tempat ini.
- Gunung Sanbang (Sanbang-san), terletak di Kabupaten Jeju Selatan
- Institut Seni Bonsai (Bunjae Artpia), terletak di Desa Jeoji, Kec. Hangyeong, Kab. Jeju Utara. Didirikan tahun 1992, adalah tempat pemeliharaan bonsai khas Korea.
- Air Terjun Cheonjeyeon, terletak sebelah barat kota Seogwipo, Kab. Jeju Selatan. Terdiri dari tiga tingkat. Dilengkapi jembatan dan paviliun.
- Air Terjun Jeongbang, terletak 1,5 km di tenggara kota Seogwipo, salah satu dari 3 air terjun utama di Jeju. Air terjun Jeongbang langsung bermuara ke laut dan dianggap sebagai salah satu tempat yang pernah dikunjungi oleh Seo Bok (Xu Fu;徐福), utusan Kaisar Qin Shi Huang (berkuasa 259 SM-210 SM) dalam perjalanan mencari obat panjang umur. Di dinding dekat air terjun terdapat ukiran yang bertuliskan "徐市過此" ("Seobul gwa cha") yang menandakan kunjungan Seobul.
- Oedolgae atau "Batu Kesepian" adalah batu karang setinggi 20 meter yang menonjol di pantai selatan kota Seogwipo.
- Taman Hallim, di dalamnya termasuk Gua Hyeopjae dan Ssangyong. Taman Hallim dilengkapi dengan kebon raya dan fasilitas rekreasi.
- Yongduam, bermakna "Batu Kepala Naga", dikarenakan bentuknya mirip kepala naga yang muncul dari air laut. Terletak di wilayah Kota Jeju.
- Kawah Sangumburi, salah satu dari tiga kawah utama di Jeju. Kawasan yang menjadi tempat konservasi flora, sebanyak 420 jenis spesies tanaman iklim subtropis, sedang dan alpen.
- Chisatgae, kumpulan bebatuan yang membentuk persegi panjang di sepanjang pantai di Desa Daepo, antara Seogwipo dan Jungmun.
- Kampung Seongeup, kampung tradisional yang mempertahankan gaya hidup khas rakyat Jeju. Terletak sebelah barat daya Seongsan, Jeju bagian timur.
Kuliner
Kuliner rakyat
Jeju sangat berbeda dengan yang ada di daratan utama. Mereka banyak bekerja
sebagai nelayan sehingga bahan
makanannya kebanyakan adalah hasil dari laut. Orang Jeju gemar mengkonsumsi
makanan segar seperti ikan mentah. Hasil
utama lain adalah rumput
laut, abalon dan buah-buahan. Salah satu
masakan Jeju yang paling terkenal adalah Jeonbokjuk, bubur abalon.